Being A Mother.

DSC06981p

Kamu yang masih remaja. Kamu yang masih awal 20-an dan belum menikah. Ketika mendengar kata ‘ibu’, yang ada di kepalamu mungkin sebatas seorang wanita yang melahirkan kamu, seorang teman, kakak, teman curhat, yang bahkan sampai merangkap sebagai musuh bebuyutan nomor satu. Tapi ibu tetap ibu, seseorang yang paling akrab dan yang akan kamu ingat pertama kali tiap kali kamu sedih atau senang. Ya, itu.

Dulu, nggak jauh-jauh, 5 tahun yang lalu, ibu hanyalah sebatas kata dan sapa dengan dengan sejuta keintiman dari seorang anak—at least itulah dia untukku. Hingga akhirnya aku jadi seorang ibu, kata itu sekarang bukan hanya sekedar nama. Sekarang aku ngerti kenapa orang bilang, menjadi seorang ibu adalah anugerah.

Nggak semua orang bisa menjadi seorang ibu. Ya, Allah sayang banget sama aku, dan mungkin di saat yang sama inilah caranya untuk kembali menguji keimananku—dengan memberi aku seorang anak yang harus kubesarkan, kuasuh dan kudidik, supaya kelak dia menjadi muslimah yang baik. Allah sayang sama aku, karena begitu aku menikah, aku nggak perlu menunggu lama untuk melihat dua garis merah menyala terang di alat tes kehamilan.

Kalau kembali lagi dua tahun yang lalu, aku sama sekali nggak berpikir untuk menikah begitu cepat. Kepikiran pengen punya bayi emang terbersit beberapa kali, tapi boro-boro suami, calon aja nggak ada, kepikiran nikah juga enggak. Lalu di bulan yang sama setahun kemudian, aku lagi ngitungin jumlah undangan. Setahun kemudian, di hari dan bulan yang sama, saat ini, aku nulis post ini setelah bayiku tidur nyenyak.

Ya, nggak semua orang bisa menjadi seorang ibu. Banyak wanita di luar sana yang sedang berjuang untuk bisa hamil, tapi Allah masih belum mengijinkan rahimnya untuk terisikan calon janin yang kelak akan dilahirkannya. Banyak dari mereka yang menunggu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dalam penantian, dan aku termasuk salah satu yang beruntung, karena kesempatan itu datang di kala aku memintanya.

Sejak pertama kali dinyatakan positif hamil sama dokter, sampai akhirnya bayiku lahir, aku nggak bisa berhenti mengucapkan ‘Alhamdulillah’. Segalanya dimudahkan, sungguh. Dari yang hamil muda, alhamdulillah aku nggak merasakan mual, morning sick, ngidam, atau keluhan-keluhan yang biasa dirasakan oleh ibu-ibu yang hamil muda. Selama hamil, alhamdulillah aku diberi kesehatan untuk menjaga bayi yang ada di perutku. Sampai pada hari kehamilan, alhamdulillah wa syukurillah, prosesnya berjalan cepat.

Kebetulan di saat yang sama dengan kehamilanku, adikku juga mengandung anak pertamanya. Kami hamil bareng gitu loh, hehe… Enggak, nggak janjian, alhamdulillah Allah memang memberi rejeki kami di saat yang sama 😀

Keponakanku, Itaf, lahir tanggal 16 Februari lewat operasi caesar karena posisinya sunsang. Saat itu umur kehamilanku masih 36 minggu-an, dan makin hari sambil ikut ngemong Itaf, aku makin penasaran gimana bentuk bayiku kalau lahir nanti. Masih inget gimana penantianku nungguin hari lahir, antara penasaran, excited, cemas, dan gugup; semuanya bercampur jadi satu. Yang kata dokter kemungkinan lahir bisa maju 2-3 minggu dari HPL, ternyata meleset.

Bayiku lahir H-1 HPL.

Tanggal 5 Maret. Kontraksi mulai terasa sejak pagi, tapi masih hilang timbul. Tekanan di belakang punggung, terasa ke tulang ekor dan itu rasanya pegel beneer… Saking pegelnya, aku akhirnya tidur hampir sepanjang hari. Malamnya, ba’da isya, kontraksi mulai terasa lebih intens. Yang tadinya setengah jam sekali, aku mulai stopwatch sampai 5 menit sekali.

Malam itu sampai nggak bisa tidur, rasanya sakit, pegel, nyeri campur lagi jadi satu. Aku message suamiku supaya siap-siap pulang besoknya (meski sebenernya nggak begitu yakin bakal lahiran dalam waktu dekat), sambil baca-baca artikel tentang tanda-tanda akan melahirkan, hehehehe…. Maklum, harus ada pengalihan dari nyeri-nyeri dan bolak-balik ke kamar mandi buat pipis. Dari artikel-artikel yang aku baca itu, ditambah juga dengan penjelasan dokter yang kudengar seminggu sebelumnya, tanda-tandanya memang mulai aku rasain malam itu. Ya dari nyeri punggung, dorongan yang rasanya sampai ke tulang ekor, sering pipis, keluar lendir sampai akhirnya bercak darah yang keluar sebelum subuh.

6 Maret. Waktunya ke rumah sakit.

Awalnya mau berangkat ba’da subuh. Tapi setelah bertanya jawab sama ayah-ibu, kami sepakat buat nunggu agak siangan sekalian ayah berangkat ngantor. Lagipula buat jagain pembukaan masih kecil, daripada disuruh pulang (saat itu mikirnya gitu) mending di rumah aja dulu. Jadilah aku tiduran lagi sambil ngompres punggung bawah, makan bubur ayam dan telpon suami buat segera pulang. Tapi apalah daya ya, ketika dipikir segalanya berjalan normal, sekitar jam setengah 8 berangkat ke RS ditemani ayah-ibu, di jalan rasanya perut kenceng banget. Lalu tepat sampai depan IGD, terasa kayak ada ‘klik’ gitu di bagian bawah.

Awalnya nggak paham juga itu apa, kupikir lendirnya keluar lagi agak banyak. Saat anamnesa itu aku baru paham kalau ketubanku pecah, deras. Dan setelah di-VT (vaginal toucher)—aduh ini sakit banget sumpah, jangan tanya gimana caranya—ternyata baru pembukaan 1.

Aku sudah diwanti-wanti sama dokter, kalau kelahiran anak pertama, biasanya prosesnya akan lama. Aku masih inget banget dokterku bilang gini, “Biasanya kalau anak pertama, memang agak lama ya. Pembukaan satu itu bisa jalan sehari, terus ntar ke pembukaan dua bisa besoknya lagi.” Kalau dipikir-pikir lagi ngeri banget ya rasanya, apalagi saat itu sudah mulai terasa gimana sakitnya. Cuma sepertinya saat itu aku kayaknya udah nggak mikir apa-apa lagi, segala macam pikiran sudah diambil alih sama sakitnya kontraksi. Jangankan ngeluh, mau istighfar aja nggak keluar suaranya. Hari itu aku cuma bisa diam nahan nyeri, sambil ngatur napas dan menyebut nama Allah dalam hati. Cuma itu. Karena hanya itu yang ibu ajarkan dan selalu ingatkan.

Dan Allah memang sayang banget sama aku. Dia tahu aku nggak tahan sakit, maka Dia memudahkan segalanya dalam proses penantian itu. Alhamdulillah…

Jam setengah 8 pembukaan 1, ketuban pecah. Jam setengah 1 siang, pembukaan 8. Sakitnya luar biasa, jangan tanya. Tapi segalanya terbayarkan ketika makhluk kecil itu keluar dari jalan lahir, lalu menangis keras, lalu mereka menaruhnya di dadaku. Aku melihatnya untuk pertama kali, kuucapkan salam, lalu aku doakan dia.

“inni u’idzuhaa bika wa dhuryatahaa minassyaitanirrojiim…” 

Rasanya luar biasa. Dia yang selama berbulan-bulan mendekam di perutku, yang nendang-nendang tiap malam, yang malu-malu bergerak ketika disentuh ayahnya, yang tumitnya terasa lancip, yang bokongnya besar, hehehe… saat itu dia berbaring di atasku, mengendus-endus, berusaha bernapas, dan jari-jari mungilnya bergerak-gerak menyentuh kulitku. Makhluk kecil itu anakku! Masya Allah…

Alhamdulillah, bayiku lahir ba’da sholat Jumat. Lahir normal, aku yang pintar ini bikin kepalanya lonjong gara-gara beberapa kali kehabisan napas saat mengejan … (sekarang udah nggak sih, sekarang mulai bulat bentuknya ehe)

DSC07120

Aisha kuambil dari nama istri Rasulullah SAW, Aisyah binti Abu Bakar As Siddiq. Si ‘pipi merah’ yang cerdas, yang kuharap nantinya dia bisa meniru sifat-sifat baiknya. Adhwa dalam bahasa Arab berarti cahaya yang megah. Zahabiya, yang dalam bahasa Urdu berarti emas yang tak ternilai. Semoga Aisha menjadi gadis shalihah panutan para muslimah, pemberi cahaya hidayah dan kesejukan hati bagi orang-orang di sekitarnya, harta yang tak ternilai bagi orangtuanya juga seluruh umat muslim di dunia. Aamiin…

.

Aku cuma mau bilang ke kalian, para wanita yang kelak akan menjadi seorang ibu. Cintailah ibumu, bukan karena dia sudah berjuang melawan kematian untuk melahirkan kamu, tapi karena cintanya yang nggak akan pernah pudar. Dia yang akan selalu tetap mendukungmu saat kamu memunggunginya, yang akan selalu tetap mendoakanmu saat kamu menzaliminya. Sekarang kamu nggak berpikir sampai ke sana, tapi suatu saat nanti ketika kamu menjadi ibu, seperti aku saat ini, kita akhirnya tahu bahwa ibu bukanlah hanya seorang ibu.

Dia adalah alasan kamu bisa hidup hingga saat ini. Karena ridha Allah yang mengeluarkanmu dari tubuhnya. Tidak perlu berterimakasih, dia nggak perlu itu. Cukup, cintai dia. Sayangi, dengarkan kata-katanya, dan jangan sakiti hatinya.

Suatu saat nanti kamu akan mengerti.

.

.

.

.

Regards,

Dista Dee

5996p5830638512588 22970

17 comments

  1. Hello, Aisha 🙂 Woah, dari kemaren2 pengen ngucapin selamat, tapi baru hari ini bisa. Hehehe. Selamat ya Kak Dista atas jabatan baru nan mulianya. Selamat datang dek Aisha, semoga Allah menjadikan penyejuk hati bagi kedua orang tuamu. Amiin. Lihat foto dek Aisha udah keliatan aura2 cerdasnya nih 🙂

    Ngomong2 kak terimakasih atas postingannya yang ‘nyess’ ke hati ini. Aku udah banjir air mata banget pas baca kata2 kakak dibawah. Ibu bukanlah sekedar wanita yg sudh melahirkan kita tapi orang yang akan mencintai kita tanpa batas.

    Sejak hidup jauh di rantau makin hari kasih sayang orang tua itu emang bakal semakin terasa. Hati yg nggak akan menghianati kita itu hatinya sorg ibu mmng. Hehe.

    Terimakasih kak, karena selalu saja menginspirasiku ^^

  2. Selamat kakak! : ) Aisha lucu sekali, jadi gemeees > _ <

    Baca postingan kakak yang ini, aku jadi merasa… Yah, campur aduk gitu.

    Sekali lagi, selamat ya kak!

  3. Assalamu’alaikum Aisha~~~ Lucunyaaaaa😍😍😍😍😍 Selamat ya kaaaak, semoga Aisha menjadi anak yg salehah dan bisa membanggakan kakak☺️ Fyi namanya sama kayak kepokakan pertamaku, hoho😚

  4. Assalamu’alaikum Aisha~~~ Lucunyaaaaa😍😍😍😍😍 Selamat ya kaaaak, semoga Aisha menjadi anak yg salehah dan bisa membanggakan kakak☺️ Fyi namanya sama kayak keponakan pertamaku, hoho😚

  5. Kakak, selamat atas kelahiran bayinya~ Aisha cantik sekali ><

    Aku terharu baca postingan kakak. Ya, apalah aku. 20 tahun pun belum genap. Aku memang belum mengerti. Aku belum bisa melihat mama sebagaimana mestinya. Ada suatu rasa yang memaksa menolak buatku sedikit saja menghargai mama. Aku juga belum bisa memahami mama. Pola pikir kami terlalu berbeda. Maklum, aku kan masih labil (?)

    Sesuai kata kata kakak di atas, "musuh bebuyutan nomor satu", itu mamaku. Dia berbeda. Tidak jasmani tidak juga rohaninya. Mungkin aku cuma merasa cemburu sebagai anak. Terkadang aku sangat sangat iri sama teman teman yang punya mama sebagaimana umumnya. Aku tumbuh sedikit durhaka, aku harus mengakuinya. Aku merasa bersalah. Sangat. Tapi tidak tahu caranya meminta maaf dan mengulangi dari awal. Waktu baca ini, aku baru sadar. Mama yang seperti ini tetap saja anugerah dari Allah.

    Kak, jadilah ibu yang baik untuk Aisha ya 🙂 semoga dia jadi anak yang sholehah,berbakti sama ibu dan ayahnya, berguna buat bangsa dan agama. Amiiin.

    *nb: itu Aisha bener bener lucu banget aduh gemes jadi pengen gendong (?)

  6. wow selamat yaa ka atas kelahirnya ^^ dan semoga aisha menjadi anak yang selalu kk harapkan amin ^^ dan aku izin untuk menjalajah blog kk yaa xD

  7. selamat ya, kak dista 🙂 semoga semakin dilancarkan segalanya, aamiin. ngomong ngomong, nama anaknya bagus sekali kak hihi.

  8. Ah, aku tahu ini telat banget. Lagi iseng visit hihihi~
    Hai, Aisha~! Lucu banget 😍 Semoga jadi kebanggaan untuk orangtua kelak. Bisa menjadi wanita yang sholehah nanti. Aamiin. Sumpah aku terharu banget lho baca postingan ini :’) selamat untuk kelahiran anak pertamanya, kak dista! ❤
    p.s: titip salam untuk Aisha x)

  9. terharu sekali aku kak masya allah… Aku jadi inget mamahku yg baru melahirkan 8 hari lalu. Hari itu, aku bener2 was-was, deg-degan, takut dan gugup nungguin mamah lahiran. Tulisan kakak ini bikin aku inget hari itu, mamah udah sakit perut sehari sebelumnya sampe gak tidur. Kakinya bengkak dan aku khawatir tapi apalah daya, aku gak bisa ngapa2in. mamah selalu bilang, tenang aja ini bukan pertama kalinya mamah punya anak. Tapi lagi2 aku sadar betapa sakitnya mamah. Nunggu bayi lahir sampe seharian di RS, dan adikku baru keluar jam 9 malam. Setiap mama jelasin ini itu aku ngeri banget. Perjuangannya masya allah… Sesakit itukah? Tapi aku memang dari dulu bener2 pengen jadi ibu. Gak sekarang, tapi nanti aku ingin Allah mengijinkan aku menjadi ibu juga :”)
    Tapi dgn adanya adikku ini, aku bisa belajar dulu gimana rasanya merawat bayi. Dari cerita kakak, aku jadi makin ngebayangin betapa nikmat dan bahagianya jadi ibu walaupun itu sulit. Makasih udah berbagi cerita kak. Aku selalu suka kalo ada ibu yg cerita tentang dirinya yang menjadi ibu. Dan selamat buat kelahiran bayinya. Semoga jadi anak yg sholeha dan berbakti pada orangtua :”) amin…

  10. Alkhamdulillah, alkhamdulillah…
    Dari awal Kak Dista menyatakan non-aktif nulis fiksi dan menghapus fiksi-fiksinya, aku menduga Kak Dista mau punya momongan. Alkhamdulillah, ikut seneng lihat Aisha. Namanya juga luar biasa bagus.
    Aku memang belum pernah merasakan ‘sakit-sakit-bahagia’ seorang ibu yang melahirkan, tapi cukup dari cerita ibuku (beliau melahirkan aku dan saudara kembarku) dan Kak Dista, aku paham betul kalau kewajiban seorang anak kelak adalah membahagiakan ibunya yang menderita seperti ini demi kehidupan anaknya di dunia. Semoga Aisha menjadi putri yang selalu taat pada Allah dan ayah ibunya.

Leave a reply to jesikamareta10 Cancel reply